Nama : Cynthia Manda Sari Prodi/ Jurusan : Teknik Pertanian
Nim : 05021281621047
Kelompok 2 Mata Kuliah : Teknologi Pengolahan Limbah
PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UBI KAYU
Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852 (Hambali,2007).
Ubi kayu merupakan tanaman yang berkayu arah tumbuhnya tegak. Daun tunggal atau majemuk, duduk tersebar atau berhadapan dengan daun- daun penumpu yang sering kali menyerupai kelenjar. Bunga hampir selalu berkelamin tunggal, berumah satu atau dua, dengan bentuk dan susunan yang beraneka rupa. Buahnya biasanya buah kendaga yang kalau masak pecah menjadi tiga bagian buah. Adapula yang berupa buah buni (Tjitrosoepomo,2002).
Ubi kayu merupakan sumber karbohidrat yang paling penting setelah beras, tetapi sesuai dengan kemajuan teknologi pengolahan ubi kayu tidak hanya terbatas pada produksi pangan, tetapi merambah sebagai bahan baku industri pellet atau pakan ternak, tepung tapioka pembuatan etanol, tepuk gaplek, ampas tapioka yang digunakan dalam industri kue, roti, kerupuk, dan lain- lain (Rukmana,1996).
Ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol memiliki kelebihan yaitu dapat tumbuh di tanah yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit, dan dapat diatur waktu panen. Potensi ubi kayu di Indonesia sangat besar (Hambali,2007).
Di Indonesia ubi kayu sekarang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri secara optimal terhadap kesejahteraan para petani, membuka lapangan pekerjaan serta memberi nilai lebih terhadap ubi kayu.
Kulit umbi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu merupakan imbah utama pangan di negara- negara berkembang. Semakin luas areal tanaman ubi kayu diharapkan produksi umbi yang dihasilkan semakin tinggi yang pada gilirannya semakin tinggi pula limbah kulit yang dihasilkan. Setiap kilogram ubi kayu biasanya dapat menghasilkan 15 – 20% kulit umbi. Kandungan pati kulit ubi kayu yang cukup tinggi, memungkinkan digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme(Muhiddin dkk,2000). Kulit ubi kayu mempunyai komposisi yang terdiri dari kerbohidrat dan serat. Menurut Grace (1997), persentase kulit ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 8 – 15% dari berat umbi yang dikupas, dengan kandungan karbohidrat sekitar 50% dari kandungan karbohidrat bagian umbinya. Dimana dengan jumlah yang cukup besar ini limbah kulit ubi sangat berpotensi besar untuk dimanfaatkan lebih lanjut, namun terdapat faktor pembatas pemanfaatan limbah kulit ubi yaitu besarnya kadar HCN dan memiliki kandungan nutrisi yang sangat kecil terutama protein.
UBI KAYU ( 100 % )
Pengupasan
KULIT UBI KAYU ( Limbah ) ( 18 % )
POTONGAN UBI KAYU DAN BONGGOL ( 8% )
DAGING BUAH
Pemilihan
DAGING BUAH KUALITAS RENDAH ( Limbah ) ( 5 % )
DAGING BUAH KUALITAS TINGGI
Pencucian
KOTORAN PADA DAGING BUAH ( Limbah ) (2 % )
Pemarutan & Pemerasan
BUBUR UBI KAYU
Pengendapan
PATI UBI KAYU
AIR SISA PENGENDAPAN ( Limbah ) ( 3 % )
Pengeringan
TEPUNG TAPIOKA ( 64 % )
AKL = Ʃ L x 100% AKL = 36 x 100% = 36 %
MMA 100
36 % Limbah
AKL = 100 % – Rendemen = 100% – 36 % = 64%
PEMANFAATAN LIMBAH PEMBUATAN TEPUNG TAPIOKA
Limbah yang dihasilkan pada pengolahan tapioka ini berupa padatan dan cairan. Limbah padat pada pengolahan tepung tapioka adalah kulit singkok dan hasil dari parutan ubi kayu. Limbah cair yang dihasilkan bersalah dari air pencucian dan perasan ubi kayu. Limbah padat (onggok ) ini merupakan bahan baku pembuat saus yang dapat dimanfaatkan untuk pembuat saus dan obat nyamuk bakar. Limbah padat lain yaitu kulit singkong yang banyak dimanfaatkan untuk pupuk, bahan makan ternak, dan dapat diolah menjadi kripik kulit singkong. Limbah cair yang dihasilkan untuk mengairi sawah sekitar pabrik.
PEMBAHASAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UBI KAYU
Kulit singkong merupakan salah satu sumber bioetanol dari bahan berserat. Kulit singkong bisa berpotensi untuk diproduksi menjadi bietanol yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Adapun kulit singkong merupakan limbah dari tanaman singkong yang memiliki kandungan serat yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Persentase jumlah limbah kulit bagian luar (berwarna coklat dan kasar) sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam (berwarna putih kemerah-merahan dan halus) sebesar 8-15%. Teknologi pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hidrolisa asam dan enzimatis merupakan suatu alternatif dalam rangka mendukung program pemerintah tentang penyediaan bahan bakar non migas yang terbarukan yaitu BBN ( bahan bakar nabati ) sebagai pengganti bensin, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang proses pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hirolisa asam dan enzimatis yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.
Pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui dua tahap yaitu proses hidrolisa asam yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi. Proses hidrolisa dilakukan untuk mengubah selulosa dari kulit singkong menjadi glukosa. Hidrolisa dengan asam akan memutuskan ikatan polisakarida dan sekaligus memasukkan elemen H2O. Fermentasi alkohol merupakan proses pembuatan alkohol dengan memanfaatkan
aktivitas yeast (Saccharomyces cerevisiae). Proses fermentasi etanol ini dilakukan secara anaerob, yaitu mengubah glukosa menjadi alkohol tanpa adanya oksigen tetapi dalam pembuatan starter dibutuhkan suasana aerob dimana oksigen diperlukan untuk pembiakan sel.
Prosedur Percobaan
Kulit singkong dicuci bersih, dipotong kecil-kecil, dikeringkan dan dihaluskan seperti tepung. Sebanyak 500gr tepung kulit singkong dihidrolisa dengan 5 liter larutan H2SO4 dengan berbagai variabel konsentrasi H2SO4 (0,2; 0,3; 0,4; 0,5 M) pada suhu 1200C selama 30 menit. Kemudian hasil hidrolisa dianalisa kadar glukosanya dengan spektrofotometer. Dari hasil analisa glukosa, konsentrasi asam yang menghasilkan kadar glukosa tertinggi digunakan untuk menghidrolisa tepung kulit singkong, lalu dilanjutkan dengan proses fermentasi cairan hasil hidrolisa menggunakan fermipan (ragi roti) dengan variasi waktu fermentasi yaitu 24; 48; 72; 96; 120 jam. Sebelum dilakukan proses fermentasi, larutan hasil hidrolisa disaring dan diatur pHnya sampai 4,5-5 dan ditambahkan nutrient KH2PO4 dan (NH4)2SO4 masing-masing sebanyak 3 gr/l. Sebelum proses fermentasi dilakukan inokulasi yeast, fermipan 5 gram dimasukkan dalam larutan hasil hidrolisa sebanyak 5% dari volume total, kemudian diaerasi selama 24 jam. Inokulum ditambahkan ke dalam sisa larutan hidrolisa dan dilakukan proses fermentasi secara anaerob. Pada hasil fermentasi akan terbentuk 3 lapisan yaitu lapisan protein dan etanol-air pada 2 lapisan teratas. Lapisan etanol-air dipisahkan dengan endapannya (protein), kemudian campuran etanol-air dianalisa menggunakan GC (Gas Chromatography) untuk mengetahui kadar etanol (% v/v) yang dihasilkan. Selain itu juga dilakukan uji densitas untuk mengetahui kemurnian.
FAKTOR- FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM KONVERSI LIMBAH
Adapun faktor yang harus diperhatikan dalam konversi limbah yaitu Mutu, Standar Industri, dan lainnya. Seperti faktor bahan dalam pengelolaan limbah kulit ubi kayu dan faktor proses yang mempengaruhi pengelolaan tersebut. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit singkong, H2SO4, KH2PO4, (NH4)2SO4, fermipan, aquadest, NaOH, DNS, KOH. Dari bahan- bahan tersebut terdapat faktor mutu kulit singkong, apakah sesuai dengan standar pengelolaan dan apakah COD sesuai dan mutu bahan lainnya. Faktor kadar, setiap bahan yang digunakan harus diketahui kadar penggunaan, jika tidak sesuai akan mengurangi kualitas produk dan akan membahayakan. Kadar air pada kulit singkong. Adapun faktor yang harus diperhatikan lainnya yaitu faktor proses. Pada saat proses hidrolisa kulit ubi kayu dengan suhu 120˚C selama 30 menit. Kadar glukosa tertinggi, dan konsentrasi bahan kimia juga faktor penentu dalam konverensi limbah.
Nim : 05021281621047
Kelompok 2 Mata Kuliah : Teknologi Pengolahan Limbah
PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UBI KAYU
Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852 (Hambali,2007).
Ubi kayu merupakan tanaman yang berkayu arah tumbuhnya tegak. Daun tunggal atau majemuk, duduk tersebar atau berhadapan dengan daun- daun penumpu yang sering kali menyerupai kelenjar. Bunga hampir selalu berkelamin tunggal, berumah satu atau dua, dengan bentuk dan susunan yang beraneka rupa. Buahnya biasanya buah kendaga yang kalau masak pecah menjadi tiga bagian buah. Adapula yang berupa buah buni (Tjitrosoepomo,2002).
Ubi kayu merupakan sumber karbohidrat yang paling penting setelah beras, tetapi sesuai dengan kemajuan teknologi pengolahan ubi kayu tidak hanya terbatas pada produksi pangan, tetapi merambah sebagai bahan baku industri pellet atau pakan ternak, tepung tapioka pembuatan etanol, tepuk gaplek, ampas tapioka yang digunakan dalam industri kue, roti, kerupuk, dan lain- lain (Rukmana,1996).
Ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol memiliki kelebihan yaitu dapat tumbuh di tanah yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit, dan dapat diatur waktu panen. Potensi ubi kayu di Indonesia sangat besar (Hambali,2007).
Di Indonesia ubi kayu sekarang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri secara optimal terhadap kesejahteraan para petani, membuka lapangan pekerjaan serta memberi nilai lebih terhadap ubi kayu.
Kulit umbi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu merupakan imbah utama pangan di negara- negara berkembang. Semakin luas areal tanaman ubi kayu diharapkan produksi umbi yang dihasilkan semakin tinggi yang pada gilirannya semakin tinggi pula limbah kulit yang dihasilkan. Setiap kilogram ubi kayu biasanya dapat menghasilkan 15 – 20% kulit umbi. Kandungan pati kulit ubi kayu yang cukup tinggi, memungkinkan digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme(Muhiddin dkk,2000). Kulit ubi kayu mempunyai komposisi yang terdiri dari kerbohidrat dan serat. Menurut Grace (1997), persentase kulit ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 8 – 15% dari berat umbi yang dikupas, dengan kandungan karbohidrat sekitar 50% dari kandungan karbohidrat bagian umbinya. Dimana dengan jumlah yang cukup besar ini limbah kulit ubi sangat berpotensi besar untuk dimanfaatkan lebih lanjut, namun terdapat faktor pembatas pemanfaatan limbah kulit ubi yaitu besarnya kadar HCN dan memiliki kandungan nutrisi yang sangat kecil terutama protein.
UBI KAYU ( 100 % )
Pengupasan
KULIT UBI KAYU ( Limbah ) ( 18 % )
POTONGAN UBI KAYU DAN BONGGOL ( 8% )
DAGING BUAH
Pemilihan
DAGING BUAH KUALITAS RENDAH ( Limbah ) ( 5 % )
DAGING BUAH KUALITAS TINGGI
Pencucian
KOTORAN PADA DAGING BUAH ( Limbah ) (2 % )
Pemarutan & Pemerasan
BUBUR UBI KAYU
Pengendapan
PATI UBI KAYU
AIR SISA PENGENDAPAN ( Limbah ) ( 3 % )
Pengeringan
TEPUNG TAPIOKA ( 64 % )
AKL = Ʃ L x 100% AKL = 36 x 100% = 36 %
MMA 100
36 % Limbah
AKL = 100 % – Rendemen = 100% – 36 % = 64%
PEMANFAATAN LIMBAH PEMBUATAN TEPUNG TAPIOKA
Limbah yang dihasilkan pada pengolahan tapioka ini berupa padatan dan cairan. Limbah padat pada pengolahan tepung tapioka adalah kulit singkok dan hasil dari parutan ubi kayu. Limbah cair yang dihasilkan bersalah dari air pencucian dan perasan ubi kayu. Limbah padat (onggok ) ini merupakan bahan baku pembuat saus yang dapat dimanfaatkan untuk pembuat saus dan obat nyamuk bakar. Limbah padat lain yaitu kulit singkong yang banyak dimanfaatkan untuk pupuk, bahan makan ternak, dan dapat diolah menjadi kripik kulit singkong. Limbah cair yang dihasilkan untuk mengairi sawah sekitar pabrik.
PEMBAHASAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UBI KAYU
Kulit singkong merupakan salah satu sumber bioetanol dari bahan berserat. Kulit singkong bisa berpotensi untuk diproduksi menjadi bietanol yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Adapun kulit singkong merupakan limbah dari tanaman singkong yang memiliki kandungan serat yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Persentase jumlah limbah kulit bagian luar (berwarna coklat dan kasar) sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam (berwarna putih kemerah-merahan dan halus) sebesar 8-15%. Teknologi pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hidrolisa asam dan enzimatis merupakan suatu alternatif dalam rangka mendukung program pemerintah tentang penyediaan bahan bakar non migas yang terbarukan yaitu BBN ( bahan bakar nabati ) sebagai pengganti bensin, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang proses pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hirolisa asam dan enzimatis yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.
Pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui dua tahap yaitu proses hidrolisa asam yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi. Proses hidrolisa dilakukan untuk mengubah selulosa dari kulit singkong menjadi glukosa. Hidrolisa dengan asam akan memutuskan ikatan polisakarida dan sekaligus memasukkan elemen H2O. Fermentasi alkohol merupakan proses pembuatan alkohol dengan memanfaatkan
aktivitas yeast (Saccharomyces cerevisiae). Proses fermentasi etanol ini dilakukan secara anaerob, yaitu mengubah glukosa menjadi alkohol tanpa adanya oksigen tetapi dalam pembuatan starter dibutuhkan suasana aerob dimana oksigen diperlukan untuk pembiakan sel.
Prosedur Percobaan
Kulit singkong dicuci bersih, dipotong kecil-kecil, dikeringkan dan dihaluskan seperti tepung. Sebanyak 500gr tepung kulit singkong dihidrolisa dengan 5 liter larutan H2SO4 dengan berbagai variabel konsentrasi H2SO4 (0,2; 0,3; 0,4; 0,5 M) pada suhu 1200C selama 30 menit. Kemudian hasil hidrolisa dianalisa kadar glukosanya dengan spektrofotometer. Dari hasil analisa glukosa, konsentrasi asam yang menghasilkan kadar glukosa tertinggi digunakan untuk menghidrolisa tepung kulit singkong, lalu dilanjutkan dengan proses fermentasi cairan hasil hidrolisa menggunakan fermipan (ragi roti) dengan variasi waktu fermentasi yaitu 24; 48; 72; 96; 120 jam. Sebelum dilakukan proses fermentasi, larutan hasil hidrolisa disaring dan diatur pHnya sampai 4,5-5 dan ditambahkan nutrient KH2PO4 dan (NH4)2SO4 masing-masing sebanyak 3 gr/l. Sebelum proses fermentasi dilakukan inokulasi yeast, fermipan 5 gram dimasukkan dalam larutan hasil hidrolisa sebanyak 5% dari volume total, kemudian diaerasi selama 24 jam. Inokulum ditambahkan ke dalam sisa larutan hidrolisa dan dilakukan proses fermentasi secara anaerob. Pada hasil fermentasi akan terbentuk 3 lapisan yaitu lapisan protein dan etanol-air pada 2 lapisan teratas. Lapisan etanol-air dipisahkan dengan endapannya (protein), kemudian campuran etanol-air dianalisa menggunakan GC (Gas Chromatography) untuk mengetahui kadar etanol (% v/v) yang dihasilkan. Selain itu juga dilakukan uji densitas untuk mengetahui kemurnian.
FAKTOR- FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM KONVERSI LIMBAH
Adapun faktor yang harus diperhatikan dalam konversi limbah yaitu Mutu, Standar Industri, dan lainnya. Seperti faktor bahan dalam pengelolaan limbah kulit ubi kayu dan faktor proses yang mempengaruhi pengelolaan tersebut. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit singkong, H2SO4, KH2PO4, (NH4)2SO4, fermipan, aquadest, NaOH, DNS, KOH. Dari bahan- bahan tersebut terdapat faktor mutu kulit singkong, apakah sesuai dengan standar pengelolaan dan apakah COD sesuai dan mutu bahan lainnya. Faktor kadar, setiap bahan yang digunakan harus diketahui kadar penggunaan, jika tidak sesuai akan mengurangi kualitas produk dan akan membahayakan. Kadar air pada kulit singkong. Adapun faktor yang harus diperhatikan lainnya yaitu faktor proses. Pada saat proses hidrolisa kulit ubi kayu dengan suhu 120˚C selama 30 menit. Kadar glukosa tertinggi, dan konsentrasi bahan kimia juga faktor penentu dalam konverensi limbah.
Komentar
Posting Komentar